TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) sekaligus pengamat politik Ujang Komarudin menilai, agama sejatinya menjadi keselamatan di tengah masa Pemilu 2019, bukan menjadi alat untuk menyebar kebencian dan politik.
“Agama itu menjadi keselamatan untuk menjaga pemilu berjalan dengan damai. Maka, jangan gunakan agama dan simbol-simbolnya untuk menyebar kebencian, tuduhan, dan fitnah untuk tujuan politik,” ujar Ujang dalam diskusi bertajuk “Pilpres dan Politisasi Simbol Agama” di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (4/4/2019).
Ia menyayangkan masih adanya simbol agama yang digunakan untuk menyebar kebencian dan politik, seperti tidak adanya adzan, zikir, dan tahlil jika pasangan calon tertentu kalah atau menang di Pilpres 2019.
Adanya hoaks tersebut terjadi ke kedua paslon, baik Joko Widodo-Ma’ruf Amin maupun Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Simbol-simbol tersebut, lanjutnya, sangat disayangkan terjadi.
Baca: Terima SK CPNS, Atlet Putri Lari Gawang Emilia Nova: Lega, Inginnya Penempatan di DKI
Masyarakat pun dinilai masih belum bisa membedakan mana fakta dan fiksi.
Maka dari itu, dibutuhkan integritas peserta pemilu yang fokus dalam memaparkan visi dan misi, bukan justru ikut dalam permainan oknum tertentu yang ingin memecah persatuan masyarakat.
“Ketika agama dipoles menjadi alat legitimasi, terjadi polarisasi antara kedua kubu paslon yang saat ini maju menjadi capres dan cawapres. Ini pemilu tergaduh yang pernah saya lihat,” paparnya.
Agama itu, seperti diungkapkan Ujang, seharusnya menjadi sumber inspirasi dan ideologi. Hoaks, lanjutnya, berkembang karena agama tidak dijadikan dasar untuk menengahi polemik politik yang terjadi.
Romo Benny Susetyo, anggota BPIP menambahkan, politisasi simbol agama tidak hanya di Indonesia.
Menurutnya, sekarang terjadi politik pembelahan, sehingga secara ideologis terjadi pemecehan. Sekarang antar pertemanan jadi konflik gara-gara agama digunakan sebagai alat politik. Ini berbahaya.
“Yang penting sekarang, bagaimana media mencoba mengajak masyarakat untuk memiliki budaya kririts. Bagaimana media mendidik masyarakat tidak lagi menggunakan politisasi agama. Jangan diberi ruang politisasi simbol agama,” katanya.
Apa sebenarnya masalah dari politisasi agama? Menurut Rumadi Ahmad, Ketua Lakpesdam PBNU, yang jadi masalah agama hanya dilihat simbol-simbolnya. Itu, menruutnya, yang sekarang terjadi di Indonesia. Politisasi agama akan jadi bahaya kalau agama dilucuti dari aspek substansinya, ajaran moral dilucuti, yang tersisa aspek simbolik dan emosi.
“Ketika agama hanya jadi persoalan simbolik dan emosi, inilah yang kemudian membawa orang pada pertikaian. Dia lupa pada substansi agama. Kalau orang ingat dengan ajaran moral agama, tidak akan sulit memberikan pemahaman.”
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Agama untuk Pemilu Berjalan Damai, Jangan Pakai Sebarkan Kebencian