
Presiden Jokowi Sosok Nasionalis yang Menjunjung Tinggi Pancasila
JPP, JAKARTA – Geram. Mungkin itu kata yang pas untuk menggambarkan kejengkelan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tiap kali muncul tudingan yang mengatakan dirinya terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI). Bahkan, Kepala Negara sempat mengatakan akan menggebuk pihak yang melakukan tudingan tersebut.
“Jengkel, tapi cari orangnya enggak ketemu. Awas kalau ketemu, tak gebuk betul itu,” ujar Presiden dengan nada kesal, usai menyerahkan Program Keluarga Harapan (PKH) Kartu Indonesia Pintar, serta surat tunjangan profesi se-Provinsi Banten yang diwakilkan lebih dari 2.319 orang di Serang, Banten, Rabu (14/3/2018) lalu.
Tudingan ini bukan kali pertama dialamatkan kepada Presiden Jokowi. Sejak Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 lalu, ia sudah dituding terlibat dengan PKI. Terkait hal itu, Presiden pun sudah berulangkali menjelaskan bahwa dirinya lahir pada tahun 1961, sedangkan PKI sudah dibubarkan pada 1966. “Masa PKI Balita. Ngawur kan seperti itu. Logikanya enggak masuk, tapi ada yang percaya,” ujar Presiden.
Kepala Negara pun menegaskan, hal-hal semacam itu, fitnah, ujaran kebencian, berita kebohongan, biasa muncul menjelang pemilu. Karena itu, Presiden meminta masyarakat berhati-hati, terutama dalam menyaring informasi yang beredar sebelum Pilkada dan Pilpres.
“Pilihlah pemimpin yang baik. Jangan sampai keliru, kalau keliru yang dirugikan juga masyarakat semuanya. Saya titip jangan sampai masyarakat termakan fitnah, isu bohong karena politik seperti itu. Jangan gampang percaya,” ujar Presiden.
Selanjutnya, Kepala Negara menjelaskan, pemilu hanya terjadi lima tahun sekali. Masyarakat sesungguhnya hanya tinggal memilih pasangan calon kepala daerah atau presiden yang diyakini terbaik. “Jangan sampai perbedaan pilihan membuat dengan tetangga tidak saling sapa. Kita semua saudara sebangsa setanah air. Jangan jadi tidak rukun,” tegas Presiden.
Selain geram terhadap tudingan-tudingan kebohongan dan fitnah tersebut, jauh sebelumnya, Kepala Negara juga telah memastikan pemerintah akan bertindak tegas terhadap organisasi mana pun yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Presiden tidak akan pandang bulu, baik terhadap kelompok kanan maupun kelompok kiri.
“Organisasi yang jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, kebinekaan, kalau saya, tidak bisa (biarkan),” ujar Presiden saat melakukan pertemuan dengan pemimpin redaksi media massa di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (17/5/2017) silam.
Kepala Negara menegaskan, dirinya dilantik sebagai Presiden dan memegang amanah rakyat. Karena itu, ia akan menegakkan hukum sesuai dengan peraturan yang ada. “PKI, kalau nongol gebuk saja. Tap MPR sudah jelas (melarang PKI),” tegas Presiden.
Pernyataan tegas Presiden itu bukan tanpa alasan. Berulangkali ia dan keluarganya terus difitnah terlibat dengan PKI. Bagi Presiden, ia dan keluarganya sangat jelas sama sekali tidak terkait dengan PKI. “Saat PKI dibubarkan, saya masih berumur 4 tahun,” jelas Presiden.
Kepala Negara juga menjelaskan orang tuanya tidak terkait dengan PKI. Untuk itu, ia mempersilakan agar dilakukan investigasi untuk menyelidikinya. “Saya lahir jelas, orang tua jelas. Silakan dicek. Tapi setelah orang tua saya jelas tak terlibat PKI, kok dibilang itu bukan ibu saya. Kalau seperti itu terus ya tidak rampung-rampung,” tutur Presiden.
Sebagai manusia, Presiden mengaku emosi atas fitnah-fitnah terhadap dirinya karena menghabiskan energi yang seharusnya bisa digunakan untuk pembangunan memajukan kemakmuran rakyat. “Orang lain sudah bicara urusan fantasi mobil masa depan, kita kok masih urusan begini,” ujar Presiden.
Sudah Banyak Bantahan
Jauh sebelumnya, dalam sebuah kesempatan, Presiden Jokowi juga pernah membantah tudingan yang mengatakan dirinya terlibat PKI. “Isu yang menyebut saya PKI adalah penghinaan. Berulang kali saya jelaskan bahwa Bapak dan Ibu saya itu haji. Keluarga saya jelas. Orangnya juga sudah kenal semua. Kakek saya lurah di Karanganyar, sedangkan kakek dari Ibu adalah pedagang kecil,” ungkap Presiden.
Tak hanya itu, selain Presiden sendiri, bantahan bahwa ia keturunan PKI juga datang dari sang Ibunda. Sang Ibu membantah apa yang tertulis dalam buku “Jokowi Undercover” yang menyebutkan bahwa Jokowi sebagai anak PKI. Beliau membantah bahwa keluarganya pernah terlibat dalam gerakan komunisme di Indonesia. Bantahan itu disampaikan Sujiatmi Notomiharjo saat acara syukuran tahun baru yang digelar di kediaman Ibunda Presiden di Solo, Jawa Tengah, Senin (2/1/2016) silam.
Seperti sudah diketahui, Joko Widodo (Jokowi) adalah anak dari pasangan Noto Mihardjo dan Sudjiatmi. Mereka adalah pasangan asli Jawa yang beragama Islam. Pasangan Noto Mihardjo-Sudjiatmi menikah pada 1959. Setelah itu, keduanya berbisnis jual-beli kayu di Solo, yang sebelumnya sudah lebih dulu ditekuni ayah Sudjiatmi di Wirorejo. Bisnis itu juga yang menurun ke Jokowi.
Selain dari pihak Jokowi dan keluarganya, bantahan bahwa Jokowi bukan bagian dari PKI juga datang dari Badan Intelijen Negara (BIN). Pada tahun 2016 lalu, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso menyatakan kabar atau tudingan yang menyebutkan Presiden Joko Widodo terlibat PKI adalah fitnah.
BIN, menurut Sutiyoso, sudah menyelidiki semua latar belakang pejabat negara, termasuk Presiden Jokowi. Dan hasilnya, tidak ditemukan bukti Presiden Jokowi atau orang tuanya terlibat PKI.
Pendapat senada juga dinyatakan oleh Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu. Saat ditanya kaitan Jokowi dengan PKI, Menhan menjawab, “Ngawur itu. Presiden bukan PKI. Bayangkan waktu itu saya masih berumur 15 tahun. Jokowi itu lebih muda 12 tahun dari saya. Artinya, saat itu Presiden berusia 3 tahun. Masa umur 3 tahun sudah PKI. Yang benar saja.”
Selain dari BIN dan Menhan, mantan ketua umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) Hasyim Muzadi juga membantah bahwa Jokowi adalah PKI. Menurutnya, “Jokowi adalah nasionalis yang tak akan menjual Indonesia kepada asing. Silahkan menjelekkan. Yang tidak boleh itu memfitnah. Jokowi dibilang PKI itu tidak betul.”
Ya, memang betul apa yang dinyatakan oleh Hasyim Muzadi tersebut. Jokowi bukan PKI dan ia adalah seorang nasionalis. Jiwa nasionalis dan kebangsaan Presiden Jokowi tidak perlu diragukan. Jiwa kebangsaan Presiden Jokowi adalah Pancasila. Jokowi menyatakan secara tegas bahwa Pancasila harus menjadi dasar negara sampai kapanpun.
Temuan Hasil Survei
Belum lama ini, Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Tamrin Amal Tomagola sependapat dengan mayoritas responden dalam survei opini publik yang dilakukan oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) terkait isu komunisme di Indonesia.
Mayoritas responden (75,1 persen) tidak setuju dengan isu bahwa Presiden Jokowi adalah seorang kader atau simpatisan PKI, atau terkait dengan PKI.
“Saya sepakat dengan para responden, bahwa tuduhan Jokowi seorang PKI itu tidak berdasar,” tegas Tamrin dalam paparan hasil survei di Kantor SMRC, Jakarta, Jumat (29/9/2017) lalu.
Tamrin menuturkan, ada banyak syarat untuk menyebut atau mengidentifikasi seseorang berpaham komunisme atau marxisme. Kadang kala, orang mencampuradukkan antara keduanya. Padahal, tidak semua marxisme itu adalah komunisme.
“Kemudian, kalau kita menuduh orang marxis juga repot. Karena saya melihat banyak orang yang berpikir ke ‘kiri-kirian’, tetapi bukan (berpaham) marxisme, apalagi komunisme,” ulas Tamrin.
Belakangan, lanjut Tamrin, malah kebanyakan orang yang bicara terkesan ke “kiri”, berjalannya justru ke “kanan”. Karena itu, ia pun tidak percaya apabila ada seseorang yang bisa sangat konsisten sebagai marxis atau seorang komunis. Karena pada akhirnya, susah sekali memberikan cap kepada seseorang sebagai orang yang memiliki karakter atau paham tertentu.
Akan tetapi, menurut Tamrin, kalau ingin menilai Jokowi maka nilailah dari kebijakannya. “Kalau saya nilai sejauh ini, dari kebijakannya itu jelas (Presiden Jokowi) bukan seorang komunis, jelas bukan marxis, tetapi seorang kapitalis negara, istilahnya state-capitalism,” ungkap Tamrin.
Seorang kapitalis negara ingin memperbesar kapital atau daya yang dimiliki negara lewat korporasi yang dimiliki, dalam hal ini Badan Usaha Milik Negara (BUMN). “Jadi, mengatakan Jokowi seorang komunis itu sama sekali salah. Dia seorang state-capitalist,” jelas Tamrin.
Berdasarkan survei yang dilakukan SMRC, sebanyak 75,1 persen menyatakan tidak setuju Presiden Jokowi terkait dengan PKI. Adapun yang mengatakan setuju hanya 5,1 persen dan yang tidak tahu 19,9 persen.
Selain itu, survei juga mengungkap bahwa 86,8 persen responden tidak percaya mengenai isu kebangkitan PKI. Adapun yang menyatakan setuju bahwa saat ini sedang terjadi kebangkitan PKI hanya 12,6 persen.
Survei opini publik ini merupakan CSR dari SMRC. Survei dilakukan terhadap 1.057 responden, dari 1.220 sampel, dengan margin error 3,1 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
Profil demografi sampel mencerminkan populasi nasional Indonesia dan proporsional berdasarkan karakter demografi dan sebaran wilayahnya.
Sayangnya, meskipun sejumlah bantahan dan temuan fakta di lapangan telah dilayangkan ke publik, tudingan dan fitnah tersebut sepertinya tak surut. Setiap kali ada momentum “suhu politik yang memanas”, tudingan keji dan fitnah tanpa dasar tersebut kembali muncul.
Karena itu, masyarakat harus jeli melihat indikasi seseorang adalah PKI atau tidak, karena isu PKI sebagai paham terlarang di Indonesia sering kali disalahgunakan untuk menyerang kepribadian Jokowi. Untuk itu, masyarakat sebaiknya tidak mudah terprovokasi atas isu tersebut. (bs/nbh)
Original Source : https://stophoax.id/blog/post/presiden-jokowi-sosok-nasionalis-yang-menjunjung-tinggi-pancasila