TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pelatihan Kader Lanjutan (PKL) II Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Ciputat yang digelar di Balai Pelatihan Kementerian Desa, Ciracas, Jakarta Timur, pada 1-4 Maret 2018 lalu, tampak berbeda.
Kegiatan yang mengangkat tema ‘Becoming Online and Offline Influencer’ itu mendatangkan sejumlah pemateri.
Salah satunya adalah Direktur Eksekutif Center of Intelligence and Strategic Studies (CISS) Ngasiman Djoyonegoro.
Simon, begitu sapaan akrab Ngasiman Djoyonegoro, didaulat memberikan materai seputar pengantar dunia intelijen dan perkembangan cyber.
“Selain sebagai seni, intelijen itu sebagai ilmu. Maka intelijen itu harus dapat dipelajari, termasuk dengan menggunakan kaidah-kaidah ilmiah,” kata Simon di hadapan peserta PKL II PMII Ciputat.
Sebagai sebuah ilmu, tambah Simon, intelijen perlu dipelajari setiap orang, khususnya bagi para mahasiswa.
Pasalnya, ilmu intelijen secara lebih luas dapat dipahami sebagai ilmu yang mencari kebenaran data (validasi dan verifikasi). Dalam konteks ini, ilmu intelijen dapat digunakan untuk melawan hoax yang kini merajalela.
“Peserta PKL sebagai para calon pemimpin nasional, sudah saatnya memahami informasi dengan valid. Mahasiswa tidak boleh menjadi objek (sasaran-red) hoax. Jika informasi yang diperoleh saja hoax, maka dalam mengambil keputusan pasti keliru,” terang Simon disambut tepuk tangan peserta.
Dalam kesempatan itu, Kandidat Doktor dari Universitas Brawijaya Malang tersebut juga memaparkan tentang perkembangan dunia keamanan nasional di era cyber.
Menurutnya, ancaman keamanan nasional kini tidak hanya dalam bentuk fisik, namun juga dalam dunia cyber.