Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasubdit III Dittipdsiber Bareskrim Polri Kombes Pol Kurniadi mengatakan pihaknya punya cara sendiri untuk menegakkan hukum terhadap pelaku penyebar hoax yang masih “polos” atau tidak memahami apa yang disebarkannya adalah hoax.
Ia mengatakan, pihaknya tidak memasang kaca mata kuda dalam menangani para pelaku tersebut namun menggunakan pendekatan restoratif justice.
Hal itu disampaikannya dalam Diskusi Publik Institute for Indonesia Local Policy Studies (ILPOS) dengan tema “Menjadi Pemilih Cerdas Melawan Maraknya Hoax dan Ujaran Kebencian Jelang Pemilu 2019” pada Kamis (10/1/2019) di Matraman, Jakarta Pusat.
“Setelah kita lakukan tindakan kita dalami kita profiling, pelakunya ada, kita lakukan penegakan hukum. Law enforcement disini Polisi tidak semata mata tutup mata pake kacamata kuda, pokoknya dia melanggar aturan,” kata Kurniadi.
Baca: Soal Hoax 7 Kontainer Surat Suara Tercoblos, Andi Arief Bisa Dijerat UU ITE
Ia mengatakan, selama 2018 ada beberapa kasus yang dilakukan dengan metode penegakan hukum restoratif justice.
Hal itu dilakukannya karena melihat perkembangan teknologi yang terlalu cepat.
“Karena kita memandang perkembangan teknologi kita itu terlalu cepat, budaya kita itu masih menyesuaikan perkembangan teknologi itu,” kata Kurniadi.
Sebagai contoh, ia menceritakan pengalamannya ketika menangani sejumlah pelaku hoax tentang penculikan anak yang pelakunya adalah ibu-ibu.
“Setelan kita lakukan penangakapan mereka bertanya, ‘Pak emang itu salah ya?’ Itu ada 8 tersangka kalau mau proses hukum. Pelakunya adalah ibu-ibu semua,” kata Kurniadi.
Ia menilainya wajar karena hoax tersebut nerkaitan dengan penculikan anak yang membuat para pelaku khawatir sehingga menyebarkannya.
Setelah melakukan penangkapan timnya kemudian menyita handphonenya dan mengembalikannya lagi.
“Biasanya yang kita lakukan, di dalam groupnya share ‘Mohon maaf yang saya lakukan pada tanggal sekian pada bapak ibu sekalian bahwa itu adalah ternyata berita bohong’. Nah ini adalah restoratif justice untuk menghindari masyarakat yang tertinggal dalam mengejar teknologi,” kata Kurniadi.